BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
Oleh : Aster Fridolin Munthe (1806113758)
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia
ABSTRAK
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang budidaya tanaman jagung, seperti identifikasi jagung, syarat tumbuh jagung, varietas jagung, dan pengolahan pasca panen. Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda, di kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara. Jagung yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/ biji yang bermacam-macam. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil yang baik. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6-7,5. Suhu optimal yang di butuhkan untuk berkecambahnya biji jagung adalah kurang lebih 30 – 32 C, suhu optimum 24 – 30 0C, curah hujan merata sepanjang umur tanaman antara 100 – 200 mm per bulan, ketinggian tempat optimal hingga 300 mdpl. Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air.
Kata kunci : Identifikasi jagung, pengolahan pasca panen, syarat tumbuh, varietas.
ABSTRACT
The purpose of this paper is to find out about corn cultivation, such as identification of maize, corn growing requirements, corn varieties, and post-harvest processing. Corn is grouped by type of grain. Top left is horse-tooth corn, on the left foreground is podcorn, the rest is pearl-type corn. The cultivated corn has various grains / seeds. Corn does not require special soil requirements, almost all kinds of soil can be cultivated for planting corn. Loose, fertile and humus rich soil can produce good results. The types of soil that can be planted with maize are andosols, latosols, grumosols and sandy soils. Good soil acidity for maize plant growth is a pH between 5.6-7.5. The optimal temperature needed for germination of corn kernels is approximately 30 - 32 C, the optimum temperature is 24 - 30 0C, the rainfall is evenly distributed throughout the life of the plant between 100-200 mm per month, the optimal height is up to 300 meters above sea level. Corn plants grow optimally on loose soil, good drainage, with sufficient soil moisture, and will wither if soil moisture is less than 40% of field capacity, or if the stems are submerged in water.
Keywords : Identification of maize, post-harvest processing, growing requirements, varieties.
PENDAHULUAN
Tumbuhan Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pagan dunia yang terpenting selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Kebutuhan akan dikonsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai bahan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak bukan ruminan seperti ayam, itik, puyuh, dan babi. Sedangkan seluruh bagian tanaman jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak ruminansia. Selain itu, jagung juga berpotensi sebagai bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan indutri lainnya yanng mempunyai nilai tinggi, seperti tepung jagung, gritz jagung, minyak jagung, dextrin, gula, etanol, asam organik dan bahan lainnya (Budiman, 2010).
Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi selatan, dan Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung dilakukan secara itensif karena kondisi tanah dan iklimnya sagat mendukung untuk pertumbuhannya (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Jagung sebagai tanaman daerah tropik dapat tumbuh subur dan memberikan hasil yang tinggi apabila tanaman dan pemeliharaannya dilakukan dengan baik. Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperature rata-rata antara 14- 30°C, pada daerah dengan curah hujan sekitar 600 mm – 1.200 mm per tahun yang terdistribusi rata selama musim tanam (Kartasapoetra, 1988). Jagung termasuk tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80 – 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini (Barnito, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Identifikasi Jagung
Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda, di kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara. Jagung yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/ biji yang bermacam-macam. Di dunia terdapat enam kelompok kultivar jagung yang dikenal hingga sekarang. Berdasarkan karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya dipandang dari bagaimana suatu kultivar (varietas) jagung dibuat dikenal berbagai tipe kultivar: galur murni, komposit, sintetik, hibrida. Warna bulir jagung ditentukan oleh warna endosperma dan lapisan terluarnya (aleuron), mulai dari putih, kuning, jingga, merah cerah, merah darah, ungu, hingga ungu kehitaman. Satu tongkol jagung dapat memiliki bermacam-macam bulir dengan warna berbeda-beda, karena setiap bulir terbentuk dari penyerbukan oleh serbuk sari yang berbeda-beda (Hakim et al., 1986).
Jagung merupakan sumber utama karbohidrat yang sangat penting setelah padi dan gandum, digunakan sebagai bahan pangan pokok, pakan, bioetanol, dan bahan baku industri. Kandungan karbohidrat jagung 73- 75% lebih tinggi dibandingkan dengan gandum dan millet yang hanya 64% dan beras 76,2%. Dalam endosperm biji jagung terdapat kalsium, besi, fosfor, natrium, dan kalium (Suarni dan Widowati 2007). Yasin et al., (2007) melaporkan bahwa biji jagung yang telah masak fisiologis terdiri atas perikarp 6%, endosperm 82%, dan embrio/lembaga 12%. Komposisi gizi ini menjadi penting bagi penderita diabetes dan merupakan bahan makanan alternatif utama.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Suprapto dan Marzuki, 2005).
Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Warisno (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto, 1999).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006).
2. Syarat Tumbuh Jagung
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir (AAK, 2006). Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung akan mundur satu hari (Heyne 1987).
Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumusol, tanah berpasir. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6-7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat ditanami jagung, karena di sana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Untuk pertumbuhan yang baik, tanam jagung memerlukan air dan suhu yang cukup tinggi. Tanam jagung memerlukan panas dan lembab dari waktu tanam sampai selesai pembuahan. Syarat tumbuh bagi tanaman jagung yakni cahaya matahari cukup atau tidak ternaungi. Suhu di indonesia pada umumnya sudah cukup baik untuk pertumbuhan untuk tanaman jagung. Suhu optimal yang di butuhkan untuk berkecambahnya biji jagung adalah kurang lebih 30 – 32 C, suhu optimum 24 – 30 0C, curah hujan merata sepanjang umur tanaman antara 100 – 200 mm per bulan, ketinggian tempat optimal hingga 300 mdpl. Selanjutnya di katakan bahwa, intensitas cahaya matahari sangat di perlukan untuk pertumbuhan yang baik. Sebaiknya tanaman jagung mendapat cahaya matahari yang langsung, dan jangan menanam jagung pada tempattempat terlindung dari cahaya matahari karena dapat mengurangi hasil (Emedinta, 2004).
Tidak semua tahap pertumbuhan tanaman peka terhadap kompetisi gulma. Untuk itu perlu diketahui saat pengendalian yang tepat. Periode hidup tanaman yang sangat peka terhadap kompetisi gulma ini disebut periode kritis tanaman yang ditentukan oleh tingkat kompetisi antara gulma dan tanaman. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah jarak tanam dimana pengaturan jarak tanam yang berbeda akan menimbulkan perbedaan waktu penutupan tajuk tanaman (Eprim, 2006).
Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang ditempatinya dalam penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang efisien dalam pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas rendah (Herlina, 2011). Sebelumnya Mayadewi (2007) menambahkan jarak tanam yang terlalu sempit memungkinkan tanaman budidaya akan memberikan hasil yang kurang relatif karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Simamora (2007), perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap hasil jagung perplot. Jarak tanam 60 cm x 25 cm (3512,86 g) memberikan hasil lebih besar dibandingkan 75 cm x 25 cm (2853,33 g) dan 90 cm x 25 cm (2474, 67 g). Jarak tanam yang semakin renggang akan menyebabkan penurunan hasil sebesar 15 % pada jarak tanam 75 cm x 25 cm dan 29 % pada jarak tanam 90 cm x 25 cm. Besarnya produksi dipengaruhi oleh jumlah populasi tanaman. Untuk meningkatkan hasil biji tanaman jagung salah satunya adalah dapat dilakukan dengan penambahan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas. Jarak tanam yang lebih renggang menghasilkan hasil yang lebih besar per tanaman, namun pada jarak tanam yang lebih sempit sampai batas tertentu akan menghasilkan hasil yang lebih besar. Perlakuan jarak tanam 60 cm x 25 cm belum menimbulkan persaingan yang nyata antar tanaman jagung sehingga hasilnya lebih besar dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam 75 cm x 25 cm dan 90 cm x 25 cm.
3. Varietas Jagung
Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, artinya sebagian besar (± 95%) penyerbukannya berasal dari tanaman lain. Pada umumnya tanaman menyerbuk silang atau bersari bebas, susunan genetik antar satu tanaman dengan yang lain dalam suatu varietas akan berlainan. Oleh sebab itu sifat-sifat pada tanaman menyerbuk silang akan menunjukkan suatu varietas yang besar. Walaupun demikian, varietas tersebut masih menunjukkan sifat-sifat yang dapat diukur, seperti tinggi tanaman, bentuk tongkol, tipe biji, warna biji dan sebagianya. Varietas yang telah mengalami seleksi dan adaptasi pada suatu lingkungan akan menunjukkan suatu keseragaman fenotipe yang dapat dibedakan dengan varietas lain. Pada dasarnya varietas jagung digolongkan ke dalam dua golongan varietas berikut, yaitu Varietas bersari bebas / komposit (non hibrida atau Open Pollinated Variety / OPV) dan Varietas hibrida (Jagung manis – Talenta , Bisi 2, Pertiwi-3 dan lain-lain) (Rukmana, 1997).
Varietas jagung komposit diperoleh melalui serangkaian penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti potensi hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap tekanan biotik dan abiotik. Jagung komposit ini dapat dibudidayakan pada lingkungan tumbuh yang beragam dan sekitar 80% diantaranya ditanami varietas unggul yang terdiri atas 56% jagung komposit (bersari bebas) dan 24% hibrida, sedang sisanya varietas lokal, sehingga dari data tersebut sebahagian besar petani masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang tidak dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan komposit berasal dari galur dan varietas. Varietas atau hibirida dapat dimasukkan ke dalam komposit yang telah ada (Iriany, 2011).
Pembentukan varietas komposit dilakukan dengan seleksi saudara kandung (full-sib), saudara tiri (half-sib), dan persilangan dalam (selfing). Contoh varietas jagung komposit adalah bogor harapan, Bisma, bogor composit 2, BBMR 4, dan wonosobo (Putri, 2014). Tahapan pembentukan komposit adalah sebagai berikut: (a) masing-masing bahan penyusun digunakan sebagai induk betina, (b) induk jantannya campuran dari sebagian atau seluruh bahan penyusun, dan (c) diadakan seleksi dari generasi ke generasi. Jagung komposit dan sintetik dapat digunakan sebagai populasi dasar dalam pembentukan varietas baru. Keragaman jagung komposit genetik lebih luas daripada jagung sintetik (Iriany, 2011).
Varieteas Hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua inbrida yang unggul. Karena itu pembuatan inbrid unggul merupakan langkah pertama pembuatan hibrida. Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi daripada varietas bersari bebas karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen aditif dan non aditif. Varietas hibrida memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila di tanam pada lahan produktivitas tinggi (Kartasapoetra, 1988). Dengan demikian, jagung hibrida tersebut mempunyai peluang untuk dikembangkan di wilayah kurang subur atau dengan input kurang optimal, mempunyai potensi hasil tinggi, toleran kekeringan, tahan rebah akar dan batang serta dianjurkan tanam pada musim kemarau di lahan sawah atau lahan kering (Balitserelia, 2010).
Budiman (2010) mengklasifikasikan jagung dengan berbagai jenis jagung berdasarkan sebagai berikut :
a. Biji jagung dengan sifat endosperma, yaitu terdiri dari tujuh tipe yaitu :
1) Jagung mutiara (flint corn) – Zea mays Indurata
Biji jagung tipe mutiara ini berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras karena bagian pati yang keras terdapat di bagian atas dari biji. Pada umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong tipe biji mutiara sekitar 75 % dari areal pertanaman.
2) Jagung gigi kuda (dent corn) – Zea mays Identata
Bagian tipe keras pada tipe biji dent berada di bagian sis biji, sedangkan pati lunaknya di tengah sampai ke ujung biji. Tipe biji dent bebentuk besar, pipih dan berlekuk.
3) Jagung manis (sweet corn) – Zea mays saccarata
Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan. Biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih tinggi daripada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary yang resesif.
4) Jagung berondong (pop corn) – Zea mays Everta
Pada tipe ini, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati keras jauh lebih kecil dari jagung tipe flint. Biji jagung akan meletus kalau dipanaskan karen pengembangannya uap air dari biji. Volume pengembangannya bervariasi (tergantung pada varietas nya ), dapat mencapai 15-30 kali dari besar semula.
5) Jagung tepung (floury corn) – Zea mays Amylacea
Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya pati lunak, kecauli dibagian sisi biji yang tipis adalah pati yang keras.
6) Jagung ketan (waxy corn) – Zea mays Certain
Pada tipe jagung ini terdiri seluruhnya dari amylopectine, sedangkan jagung biasa mangandung ± 70 % amylopectine dan 30 % amylase.
7) Jagung pod (pod corn) – Zea mays Tunicate
Setiap biji dan tongkolnya jagung tipe ini terbungkus kelobot. Endosperma bijinya mungkin flint, dent, pop, sweet atau waxy.
b. Berdasarkan Umur tanaman, terbagi menjadi tiga yaitu :
1) Varietas Berumur Pendek (Genjah)
Umur panen nya berkisar antara 70-80 hari setelah tanam (HST). Contoh : varietas Medok, Madura, Kodok, Putih Nusa, Impa Kina, dan Abimayu.
2) Varietas Berumur Sedang (Medium)
Umur panennya berkisar antara 80- 100 HST. Contoh : varietas Panjalian, Bromo, Arjuna, Sadewa, Parekesit, Hibrida C-1 dan CPI-1.
3) Varietas Berumur Panjang (Dalam)
Umur panen nya berkisar antara 80- 110 HST. Contoh: varietas Harapan, Metro, Pandu,Bima dan Composit-2.
c. Berdasarkan Tempat Penanaman, terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
1) Varietas jagung dataran rendah
Dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah yang mempunyai kaetinggian kurang dari 1000 m dpl. Contoh : varietas Harapan, Arjuna, Sadewa, Parekesit, Bromo, Abimayu, Kalingga, dan Wijaya.
2) Varietas jagung dataran tinggi
Dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Contoh : varietas Bima, Pandu, Kania Putih, dan Baster Kuning.
d. Berdasarkan Ketahanan terhadap Hama dan Penyakit, terbagi menjadi empat jenis yaitu :
1) Varietas yang Tahan (resisten)
Varietas ini apabila dalam keadaan hama dan penyakit berkembang dengan baik serta merupakan tanaman yang jagungnya terserang kurang dari 10 %. Contoh : C-1, Pioneer -1, Pioneer-2, Sadewa, Semar - 1, dan Semar-2.
2) Varietas yang Tolelan
Ditandai dengan kemampuan jagung yang terserang 11%- 25% pada saat hama dan penyakit berkembang. Contoh : DMR 5, C1,C2.
3) Varietas Setengah Toleran
Ditandai dengan kemmapuan terserang 26% - 50%. Contoh : varietas jagung unggul.
4. Pengolahan Pasca Panen
Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang masih tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa kadar air jagung yang dipanen pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin (Firmansyah et al., 2006).
Adanya nilai tambah dari produk olahan jagung seperti minyak jagung dan produk olahan lainnya yang dilaporkan berdampak positif bagi kesehatan manusia menyebabkan bergesernya penggunaan biji jagung dari pemenuhan konsumsi ternak menjadi konsumsi manusia dan ternak. Perubahan pola konsumsi tersebut menuntut adanya perbaikan proses pascapanen jagung untuk menghasilkan biji yang aman dikonsumsi, baik oleh manusia maupun ternak. Hal ini mendasari dikeluarkannya UndangUndang No. 7 tahun 1996 tentang keamanan pangan. Beberapa negara seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah memberlakukan standar mutu yang sangat ketat untuk produk jagung. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan pascapanen jagung, terutama di tingkat petani, untuk menghasilkan produk yang lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar bebas (Warintek, 2007).
Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Ke semua proses tersebut apabila tidak tertangani dengan baik akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji akibat terinfeksi cendawan, jagung mengalami pembusukan, tercampur benda asing yang membahayakan kesehatan (Firmansyah et al., 2006).
PENUTUP
Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda, di kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara. Jagung yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/ biji yang bermacam-macam. Di dunia terdapat enam kelompok kultivar jagung yang dikenal hingga sekarang. Berdasarkan karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya dipandang dari bagaimana suatu kultivar (varietas) jagung dibuat dikenal berbagai tipe kultivar: galur murni, komposit, sintetik, hibrida.
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir. Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung akan mundur satu hari.
Varietas jagung komposit diperoleh melalui serangkaian penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti potensi hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap tekanan biotik dan abiotik. Jagung komposit ini dapat dibudidayakan pada lingkungan tumbuh yang beragam dan sekitar 80% diantaranya ditanami varietas unggul yang terdiri atas 56% jagung komposit (bersari bebas) dan 24% hibrida, sedang sisanya varietas lokal, sehingga dari data tersebut sebahagian besar petani masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang tidak dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan komposit berasal dari galur dan varietas. Varietas atau hibirida dapat dimasukkan ke dalam komposit yang telah ada.
Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang masih tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa kadar air jagung yang dipanen pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2006. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta : Kanisius. 140 Hal.
Balitserelia. 2010. Investasi Agribisnis Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Karnicius. Yogyakata. 116 hlm.
Barnito, N. 2009. Budidaya Tanaman Jagung. Suka Abadi. Yogyakata. 96 hlm.
Brooker, D.B., F.W. Bakker., and C.W. Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A VI Publishing Co. Inc, West Port. USA.
Budiman, Haryanto. 2010. Budidaya Jagung Organik Varietas Baru Yang Kian di Buru. Pustaka Baru Putra. Yogyakarta. 206 hal.
Dharmaputra, O. S., I. Retnowati, H.K. Purwadaria, and M. Sidik. 1996. Survey on postharvest handling, A. flavus infection, and aflatoxin contamination of maize colleted from farmers and traders. In: B.R. Champ and E. Highley (Eds.). Bulk handling and storage of grain in the humid tropics. Proc. of an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October 1987, p. 58-68.
Dharmaputra, O. S. 2005. Kontaminasi mikotoksin pada bahan pangan dan pakan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Simposium Mikotoksin dan Mikotoksis. Jakarta, 30 Juli 2005.
Emedinta, W. 2004. Dasar-dasar Fisiologis Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Eprim, Y. S. 2006. Periode Kritis Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) Terhadap Kompetisi Gulma Pada Beberapa Jarak Tanam Di Lahan Alang-Alang (Imperata Cylindrica (L.)Beauv.). Skripsi Dipublikasikan. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-15.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2005. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 20-25.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, Y. Sinuseng, F. Koes, dan J. Tandiabang. 2004. Teknologi pascapanen primer jagung dan sorgum untuk pangan, pakan, benih yang bermutu dan kompetitif. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-35.
Hakim, N, M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488 hlm.
Handerson, S.M and R.L. Perry. 1982. Agricultural process engineering. Third edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut.
Herlina. 2011. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Prakarsa, Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Penelitian dan Pembangunan Kehutanan. Jakarta. 765 Hal.
Iriany, Neni. 2011. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan. Hal: 1-15.
Mayadewi, N.N.A. 2007. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal: 160-171.
Muhlbauer, W. 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings of Technical Consultstion of European Cooperative Network on Rural Energy, Tel. Aviv, Israel. 3:29-36.
Prastowo, B,. I G.P. Sarasutha, T.M. Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan R.H. Anasiru. 1998. Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung dan upaya pascapanennya pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5(2):39-62.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta : Kanisius. 84 hlm.
Simamora, Pinondang. 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung Manis. Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Denpasar Bali. Agritrop. 26(4):153-159.
Suprapto. 1999. Bertanam Jagung. Cetakan ke-8. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprapto Dan Marzuki, 2005. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays Saccharata Sturt). Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung: CV. Nuansa Aulia. 208 hal.
Warintek. 2007. Jagung (zea mays), klasifikasi dan standar mutu. www. warintek.progressio.or.id. p. 1-3.
Warisno. 2007. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
Wirawan, G. N. dan M. I. Wahab. 2007. Teknologi Budidaya Jagung. CV Nutri Sejahtera. Bogor.
Yasin, S. Susanto, S.A. Aziz, dan S. Kartosoewarno. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor. 240 hal.
Belum ada Komentar untuk "BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG"
Posting Komentar